Kamis, 02 Agustus 2012

Puzzle 1 : THE BIG BOOK

“Bisa pinjam koreknya?”
“Aku tidak merokok” jawab pria itu. Mata gadis itu tertuju pada pemantik api yang tergantung di tas pria itu.
“Oh ini souvenir dari luar negeri, aku tidak pernah memakainya” si pria mencoba membaca arti pandangan mata gadis itu.
Si gadis menggerutu dalam hati “ bodo amat dari luar negeri kek dari mana kek,gua kagak nanya”.Tapi yang keluar dari bibirnya hanya kalimat terakhir “Apinya Bisa nyala kan?”.
“Bisa” Pria itu mencabut gantungan dari tasnya,dengan ragu dia memberikannya pada gadis itu.
“Untuk apa pemantiknya, bukan untuk merokok kan?” Si pria meneliti gadis itu dengan matanya yang sipit. Gadis itu memakai kacamata, sepertinya minus,Kepalanya tertutup kerudung, gayanya casual dengan jaket dan jeans. Kelihatannya bukan tipe perokok. Bukan juga gadis yang sembarangan. Semilir tercium aroma farfum terbawa angin , tidak menyengat, cukup segar walau cuaca teramat panas. Si pria kenal dengan wanginya tapi entah siapa orang yang dia kenal pernah memakai farfum ini .
“Untuk apa apinya?” Tanya si pria penasaran. Ada buku catatan besar di tangannya kira-kira seukuran kertas A3 tebal.Mungkin catatan keuangan. Dia ingat dulu waktu SMA pernah memakai buku sebesar itu untuk pelajaran akuntansi dimana isinya tentang debet,kredit dan sejenisnya.
“Bakar kertas” singkat dan jelas si gadis menjawab. Kenapa gadis ini mau membakar buku itu?. Apa mungkin buku besar itu isinya catatan hutang atau data keuangan yang harus dimusnahkan. Si gadis berjongkok meletakkan buku besar itu di tanah kemudian membuka halamannya satu persatu dengan cepat. Sekilas si pria melihat isi dari buku itu. Kenapa tidak ada tabel- tabel yang isinya angka-angka?, isi dari buku itu hanya tulisan tangan yang tidak rapi. Tulisan dokter yang sejenis Ceker ayam.
Si gadis berusaha menyalakan pemantik tapi apinya selalu padam tertiup angin.
“ Apa sih ini, kenapa mau dibakar?”. Tanpa permisi tangan si pria langsung mengambil buku besar itu dari tanah lalu membuka halaman pertama. Di situ tertulis “ The Big Book My Diary “ dengan tinta hijau, di bawah tulisan tergambar seekor sifut. Halaman berikutnya ada beberapa paragraph cerita yang diawali dengan hari & tanggal. Sepertinya memang buku harian.
“ Dari pada dibakar mending buat aku aja , gimana?” Tiba –tiba pria itu berkata meminta buku itu.
“Buat apa?” Si gadis heran. Si pria juga bingung buat apa dia meminta buku itu, lebih tepatnya dia harus memakai alasan apa agar dia bisa membawa pulang buku ini, padahal dia hanya penasaran kenapa gadis ini ingin membakarnya.
“Emh, ini buku harian kan?”. Si pria membolak balik halamannya dengan cepat sambil berpikir.
“Kali aja ceritanya bisa jadi novel atau ide film”. Alasannya lumayan masuk akal pikirnya. Tapi mendengar itu si gadis tertawa terbahak.Hilang semua raut muram yang tadi terlihat di wajah si gadis seolah hilang berjatuhan tersapu gelak tawanya.
“Lho, kenapa tertawa, kali aja ceritanya bisa setenar Laskar Pelangi”. Mendengar kalimat ini si gadis tambah terbahak dan semakin tak terkendali tawanya.
“Ayo taruhan… aku pasti bisa nerbitkan buku harian ini jadi best seller, asal kamu mau ngasih diary ini ke aku”. Dia memang sadar mana mungkin sebuah diary yang belum dia baca disetarakan dengan pengalaman berharga dari Andrea Hirata,tapi kata-kata itu mengalir begitu saja dari mulutnya demi merayu.
“Udah…hi..hii..udah….hi .hi..jangan bercanda lagi…ga usah khayal yang aneh aneh…ambil aja buku itu,boleh kamu baca tapi kalau ga kepake bakar aja.” Si gadis berkata tersendat-sendat oleh tawa.
“ Ga usah cari alasan yang aneh-aneh” tambahnya, kemudian menghapus air mata yang keluar karena terlalu asyik tertawa.
“Kamu ga percaya sama aku yah, nanti… kalau udah jadi bestseller jangan-jangan kamu menggugat minta ganti rugi”
“sini ..sini.. biar aku tulis surat pernyataan dibelakangnya. Hi..hi” Si gadis tak berhentinya tertawa kemudian menuliskan beberapa kalimat di halaman paling akhir yang hanya tersisa di covernya.
“Saya Mutiara Cinta dengan ini menyatakan bahwa saya dengan ikhlas dan senang hati memberikan buku harian saya untuk dipergunakan sesukanya. Jika dikemudian hari yang menerima diary ini berhasil menerbitkannya menjadi sebuah novel atau film, maka saya tidak akan menuntut apapun. Demikian pernyataan ini saya tulis tanpa paksaan dari pihak manapun.
“ Gimana cukup kan ?.Oh iya …”. Tak lupa dia menuliskan nama dan tanda tangannya.
“nih.. dijamin kalau lewat jalur hukum pun kamu tetap menang”. Kemudian si gadis menyerahkan buku itu dengan gaya seorang pengibar bendera membawa sang saka merah putih,tegap dan kokoh.
“Mohon terima persembahan saya paduka” si gadis mengulurkan tangannya dengan tegap, setelah si pria menerimanya dia membalikan badan seperti paskibraka kemudian berlalu meninggalkannya. Si pria tak sabar untuk membaca buku hariannya. Dalam benaknya terus bertanya kenapa gadis ini ingin membakar buku harian ini.Si pria mulai membuka buku besar itu, dia memulainya di halaman terakhir sisi kiri yang mana di sisi kanannya terdapat surat pernyataan yang tadi si gadis tulis.
5 Februari 2009
Dy, my Diary ini adalah lembar terakhir aku nulis di atasmu, 3 tahun sudah berbagai kejadian telah aku tulis .Senang ,sedih dan berbagai hal telah aku ceritakan kepadamu. Kenapa yah Dy, sampai detik ini aku tidak bisa melupakan Rey. Harusnya semuanya sudah berlalu. Jika saja aku membakarmu Dy, apa aku bisa melupakan Rey karena setiap aku menulis yang kutulis hanya tentang Rey. Yah lebih baik kumusnahkan saja kamu Dy, Kadang aku berdo’a semoga saja Allah yang Maha Kuasa menghapus ingatanku saja agar aku tidak ingat pada Rey lagi.Hilang ingatan lebih baik dari pada setiap detik aku terus mengingatnya.

Oh jadi ini alasan si gadis kenapa ingin membakar buku hariannya, ternyata si gadis patah hati. Dasar perempuan. 5 Februari adalah hari ini, berarti dia menulis tadi pagi atau sebelum ke tempat ini. Si pria sudah mendapat jawabannya tetapi dia jadi punya pertanyaan baru, separah apakah ceritanya sehingga si gadis berdo’a ingin hilang ingatan. Sepertinya dia harus membaca dari awal.Baru saja dia akan mulai membaca tiba-tiba telpon genggamnya berdering.
“ Ne.Aratso..aratso..” dia menutup telpon dengan jengkel, sepertinya sesuatu yang tidak enak didengar dia terima.



Ket:
Ne.Aratso..aratso..= Iya . Tahu..Tahu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar