Kamis, 02 Agustus 2012

Puzzle 4 : Sebuah scene dalam film

Isi novel “surat untuk Heidi” halaman kedua terakhir.

Tempatnya di sebuah jalan antara depan STEKPI dan belakang komplek DRP. Sebuah jalan yang lebarnya sekitar 8 meter dan panjangnya sekitar 1 kilometer. Jalan itu rindang dengan pepohonan di kiri kanannya, jika pagi dan sore tidak seramai jalanan jakarta lain saat orang pergi dan pulang kerja, dia akan menjadi gelap dan sepi dimalam hari yang mengundang orang pacaran bermesraan di situ, tak ada kamtib. Tahukah kamu dy?, jalan yang lengang dan sunyi itu akan berubah menjadi ramai seperti lautan manusia saat hari minggu tiba. Semua orang dari daerah jakarta selatan,khususnya pengadegan,pancoran timur, kalibata, -mungkin yang tinggal di duren tiga juga sesekali pernah kesitu- semua berkumpul di jalan itu. Ada bazar setiap hari minggu yang menyediakan berbagai jajanan yang biasa kita temui di jakarta seperti soto ayam sampai gorengan. Selain itu benda apapun dijual disini, mulai dari baju,sepatu dan sandal, perkakas,alat rumah tangga, dvd, buku,sampai sayuran juga ada, apapun yang kita cari bisa kita temukan disini dengan harga obral yang cukup miring. Kalau kamu mau olah raga, di parkiran STEKPI ada senam bersama yang dimulai kira-kira dari pukul 7 sampai pukul 8,sebenarnya aku kurang yakin waktu tepatnya sebab aku pernah ikut cuma sekali, yang jelas kalau mau ikut olah raga mesti datang lebih pagi. Di sana juga ada “odong-odong” buat hiburan anak-anak, dan pastinya jajanan dan mainan buat anak-anak juga ada. Maka jangan heran kalau hari minggu itu sekeluarga pergi ke STEKPI semuanya.
Lalu kamu mungkin bertanya Dy, kenapa aku tiba-tiba bercerita tentang jalan itu. Mungkin hal ini menjadi biasa saja saat kita pergi ke tempat itu karena itu menjadi kebiasaan di hari minggu yang menjadi hiburan satu-satunya bagi kami yang tak mampu membayar mahal untuk Refresing. Tidak bagiku karena aku punya kenangan di situ. Aku dulu pernah cerita padamu suatu hari, entah tanggal berapa, lihat saja catatanku sebelumnya, bahwa kami pergi bersama ke stekpi. Kami adalah aku, nedia, laras dan semua anak kostan. Kami berjanji bertemu disana. Sebenarnya tak ada yang istimewa waktu itu. Kami hanya berjalan melihat-lihat yang ada di bazar itu, aku hanya membeli kemeja. Dalam berjalannya pun tak ada yang istimewa karena kami jalan masing-masing diantara desakan orang lain. Setelah itu sarapan bersama, lebih tepatnya makan bubur di tempat yang sama. Diantara sekian kali aku ke bazar STEKPI, itulah yang kusebut kenangan. Bagi aku dan nedia, hari minggu di STEKPI akan tetap menjadi tempat berkesan meski kami tidak tinggal di daerah itu lagi. Walaupun aku di kalideres dan nedia di Bintaro, di hari minggu yang cerah kami sering menyempatkan ke STEKPI dan ke toko langganan kami di kalibata, seolah tak bisa meninggalkan kebiasaan lama, kami selalu rindu tempat itu seperti merindukan kampung halaman. Walaupun begitu, sebagaimana karakter sebuah kenangan, tidak bisa diulang dan tak akan pernah terjadi sama dalam waktu yang berbeda. Aku hanya bisa menghirup dan menghembuskan nafas panjang saat berada di bawah pohon rindang yang selalu ada disitu sebagai tanda syukurku bisa mengingatnya.
Dy, hari minggu di STEKPI tetap seperti itu sampai sekarang, ramai dan meriah, bahkan sekarang waktu bazar di perpanjang ,kalau dulu hanya sampai jam 10 pagi kemudian sepi, sekarang jam segitu masih ramai, para pedagang baru akan berbenah pada jam 1 siang lewat saat pengunjung hanya tinggal segelintir orang. Yang berbeda adalah kami karena perubahan waktu. Kami adalah aku dan Rey.
Hari kamis tanggal 15 nedia ulang tahun, dia mengundang aku dan anak-anak untuk makan nasi liwet. Rencananya aku dan nedia akan pergi ke kostan dan membeli bahan-bahan untuk liwet kemudian anak-anak yang akan masak, tapi semuanya batal karena aku dan Dia datang kesorean. Waktu aku tiba dikostan Rey tidak ada. Rey tidak tinggal dengan anak kostan lagi, dia pindah dan tinggal sendiri di daerah kemang. Kabar itu membuatku sangat terpukul lebih dari pada saat mendengar Rey sudah punya pacar. Mungkin kamu berpikir dy, kenapa aku harus sedih padahal aku sudah tidak tinggal di pengadegan lagi, bahkan kalideres jauhnya kurang lebih satu jam setengah dari situ, jawabannya karena aku sangat suka dengan masa lalu dan tak ingin semuanya berubah. Mungkin jawaban itu kamu kurang paham akan maknanya, yang lebih dimengerti adalah bahwa saat aku ke pengadegan untuk bertemu Aby atau didi dengan suatu urusan maka aku akan melihat Rey di situ, setidaknya aku masih punya alasan untuk sekedar melihatnya. Iya, kurasa itulah yang menjadi alasan kenapa aku menjadi sangat sedih, kini aku jadi tak tahu harus mencari dia kemana.
“Bang Rey mana yah? kok ga keliatan.” Nedia mewakili semua tanya di hatiku yang terus bertanya tanpa henti akankah Rey datang?, mungkinkah dia mau melihatku lagi?.Untuk menghargai undangan nedia dia pasti datang ,bukan untuk bertemu aku, tapi kenapa sore begini dia belum datang, padahal kami janji pagi-pagi kumpul. Aku terus bertanya-tanya dalam hati tak bisa mengeluarkannya.
“ Kang Aby sama a Dede lagi jemput Bang Rey di stasiun kalibata, kirain gak bakal dateng” Seperti sebuah walki talki Nedia memberitahukan isi sms yang baru saja dia terima.
Kami pun bertemu dan berkumpul bersama menghabiskan beberapa martabak yang Nedia beli. Tak ada kata berarti antara Aku dan Rey. Aku tak merasa sedikitpun malu dan canggung bertemu dia setelah ditolak cinta sama Rey, tapi benar-benar tak ada kata. Maka yang bisa kulakukan adalah mengirim pesan sama sahabatku, kamu tahu siapa kan Dy,Acie, Raisya sama Tianti. Kujelaskan kondisiku pada mereka, dan mereka merespon dengan berbeda sesuai karakternya. Rasa itu masih ada meski sudah tahu kenyataannya.

Keesokannya:
“Barusan aku ambil motor, kamu sama didi masih tidur, Aby sama dede juga ga ada. Kita mau ke STEKPI. Ayo kesana!” Itu adalah isi smsku yang kukirim ke Rey sebelum aku berangkat ke STEKPI pake motor. Pesan terkirim tapi tak ada balasan. Setelah parkir motor maka kami serasa kembali ke 3 tahun yang lalu, berjalan diantara desakan orang, melihat-lihat dagangan. Sesekali aku melihat ke belakang berharap menemukan sosok yang kurindukan yang tadi aku sms, tapi tak kutemukan. 3 tahun yang lalu persis di tempat itu ketika melihat-lihat baju yang terpajang, aku terkejut dan gembira saat tahu Aby dan a ujang sudah ada dibelakangku, disusul kemudian Rey dan anak-anak yang lain. Mungkin Nedia dan teh eli tak akan pernah tahu bahwa aku menantikan suasana itu bisa kutemui lagi di sini. Aku berharap terlalu banyak dy, kemudian aku sadar bahwa aku tidak boleh sedih melainkan aku harus gembira dan bersyukur karena Allah yang Maha Kuasa telah memberiku anugrah yaitu kesempatan untuk kembali melihat Rey. Kemudian aku memenuhi hatiku dengan ucapan Subhanallah,Alhamdulillah, Allahu Akbar sebagai rasa terima kasihku untuk Tuhanku.

Tetap saja mataku berputar mencari Rey, mencari mungkin saja masih ada harapan.
Aku membawa motorku dari parkiran Setelah jalan-jalan dan sarapan untuk kembali ke kontrakan teh ely, jalanan macet dan motorpun berjalan merayap. Kurang lebih jarak sepuluh meter, diantara deretan parkiran motor, sosok yang kukenal duduk diatas motornya dengan kaki diatas step dan terselip rokok dijari tangannya, dia melihat ke arahku. Dy,Coba kamu bayangkan sedang menonton sebuah film saat kamera memperlihatkan satu tokoh utamanya, kemudian gambar disekelilingnya menjadi buram. Itulah yang terjadi pada mataku, semuanya menjadi kabur dan yang kulihat jelas hanya wajahnya yang tanpa ekspresi apapun. Aku benci dengan ekpresinya yang seperti itu, karena aku tak mampu menebak apa yang dirasakannya. Senangkah, sedihkah, kesalkah atau apapun tak bisa kulihat dari wajahnya. Aku kemudian menjulurkan lidahku dan mengedipkan mataku mengekspresikan bercanda dengan mengejeknya. Dan kulihat kemudian dia tersenyum, sedikit.
“Ngapain bengong sendiri?” kuhentikan motorku didepannya tapi tak bisa lama karena nedia menyuruhku terus maju sebab jalanan menjadi macet karenanya.
“aku duluan yah.” Motor terus ku gas tapi kepalaku masih menghadapnya.
“Lho..lho..barusan itu si abang yah, kok aku ga liat, ngapain dia disini, teteh kenapa ga berhenti dulu” tiba-tiba nedia menepuk pundakku baru sadar bahwa Rey di situ.
“Lha kamu yang nyuruh aku jalan”
“aku ga tahu kalau ada si abang, dia kok sendiri yah, aku mencium sesuatu yang disembunyikan, kayaknya dia gak mau kita tahu kalau dia ada disini, dia mau ketemu siapa yah, mungkin dia mau ketemu pacarnya kali yah”
“ayo balik lagi, aku pengen tahu pacarnya yang mana?”
“Ha..ha.. beneran nih,emang ga cemburu”
“melihat dengan mata sendiri lebih baik, biar sakit hati,biar ada alasan untuk melupakannya he..he.” Nedia tak berkata apa-apa lagi dia mungkin tahu meski aku tertawa mengatakannya tapi hatiku sedang menangis.
Saat tiba di kontrakan teh Ely, beberapa menit kemudian Rey juga pulang, itu menandakan dia pergi dari parkiran itu tak lama setelah aku pergi. Beribu tanya dihatiku diary,aku tak bisa menuliskannya satu persatu kepadamu karena pertanyaan tentang Rey itu terlalu banyak dan satupun tak akan mungkin bisa terjawab. Mungkin ini akan menjadi kali terakhir aku bertemu dengannya.div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">

Tidak ada komentar:

Posting Komentar