Kamis, 02 Agustus 2012

Puzzle 3 : Ada salju di Plamboyan itu

Episode Rara



Sudah sebulan sejak tahun ajaran baru, kelas sudah menjadi hangat. Dari waktu ke waktu pertemanan menjadi lebih dekat. Meski pada sebagian teman Rara tetap kaku, setidaknya Rara sudah bisa berbaur dengan Raisya, Acie, Nia, Rani, Yani dan sedikit teman yang lainnya. Dalam kamus pergaulannya Rara hanya bisa dekat dengan anak wanita, tak pernah benar-benar punya sahabat anak laki-laki. Maka 5 orang itulah yang selalu berkumpul dan pergi bersama-sama menghabiskan waktu di kelas. Saling cerita tentang diri mereka dan tentu saja kisah cinta.
Sebenarnya Rara tidak tahu banyak tentang mereka karena sampai sebulan ini jiwanya belum benar-benar hadir bersama mereka. Setiap istirahat kesatu, istirahat kedua atau sepulang sekolah dia selalu pergi bersama sahabatnya dari kelas terdahulu yaitu Icha. Maka dia jadi ketinggalan cerita.
“Kalau Rara siapa cowok yang disukainya, kita belum denger” Tiba-tiba Yani menoleh ke arah Rara diikuti Acie, Nia, Raisya dan Rani, mereka menunggu jawaban Rara.
“Emh.. apa yah?” Meski Rara mendengarkan tapi sebenarnya dia belum mengerti benar apa yang mereka bicarakan.
“Nia kan suka sama cowok yang ada di kelas IPS2, kita beri dia julukan Blue.Raisya suka sama Mahesa, kita beri inisial Si S.Mereka suka sejak dari kelas satu tapi belum pernah terungkapkan. Kalau Acie baru putus sama pacarnya di rumah, julukannya Mr.P. Nah Kalau Rara apa?, kita belum denger” Rani menjelaskan duduk perkara yang mereka bicarakan. Rara tersenyum, sedikit Ragu apakah bercerita atau tidak pada mereka.Ceritanya sama, mencintai secara sepihak sejak dari pertama masuk SMA. Selama ini hanya sahabatnya di Pramuka saja yang tahu kisah cinta Rara.Yaitu Icha, Lani,ami dan Inez, hanya mereka. Tapi sekarang rasanya bukan rahasia lagi, ada baiknya berbagi juga pada sahabat barunya.
“Kalau orang yang kusukai udah ga ada disini. Dia kakak kelas” Jawab Rara. Sahabatnya mendengarkan dengan seksama menanti cerita yang seru dari Rara. Tapi tak banyak yang perlu di ceritakan, tak ada hal menarik dari cinta yang bertepuk sebelah tangan.
“ Siapa, dulunya kelas mana” Raisya penasaran, karena dia ingat sahabatnya juga menyukai kakak kelas.
“Kalian kenal ga yah, soalnya dia bukan selebriti sekolah, dia senior di Pramuka, namanya Kak Bayu. 3 IPA 2. Pake aja inisial kayu.Ga ada cerita seru. Aku menyukainya diam-diam sampai akhir dia pergi.” Sedikit ceria Rara bercerita, karena sebenarnya dia ingin melupakan kenangan itu, tapi kemudian Rani bertanya lagi menekan tanda previous di memori otak Rara.
“Ciri-cirinya gimana?” Pertanyaan itu membuat Rara membayangkan kembali penampilan Kayu yang selalu rapi dengan rambut yang selalu di sisir ke samping. Cara dia berjalan dan bersikap sangat tegap, menjunjung tinggi Dasa Darma Pramuka, dan sebagian teman Rara dulu memanggilnya judes karena dia jarang tersenyum, padahal mungkin karena dia pendiam. Kini sahabat baru Rara bisa membayangkan siapa kayu. Raisya tahu siapa kayu, Rani dan Yani saling berbisik mencoba mengingat mungkin saja mere○인ka tahu.
“Oh itu namanya kak Bayu yah, Dulu si Pita suka ngecengin dia kan Yan.?” Bisik Rani pada Yani membicarakan kawan lamanya yang tak ada di sini.
^_^
“Anak- anak, sekarang ada seminar di Aula tentang cita-cita, bintang tamunya Hendra Wijaya musisi Jazz. Sebenarnya dari perwakilan siswa yang diundang hanya 5 orang tiap kelasnya, tapi khusus untuk kalian ibu minta ijin ke kepala sekolah dan staff guru untuk mengikut sertakan kalian semua satu kelas. “ Ibu Titi wali kelas anak Bahasa memberi pengumuman, baginya ini adalah kali pertama dia menjadi wali kelas, tapi dia dihadapkan dengan siswa yang beragam kelakuan dan keunikan di kelas ini, yang cukup membuatnya sedikit pusing. Anak – anak menantikan kata-kata bu Titi selanjutnya, bagi mereka yang paham music jazz sangat berharap bisa hadir demi bertemu maestro seperti Hendra Wijaya, bagi mereka yang gila belajar mungkin agak sedikit males dengan acara seperti itu, bagi sebagian besar di kelas bahasa berharap ikut untuk menghindari pelajaran di kelas.
“Mereka setuju dan kalian boleh ikut satu kelas, siap-siaplah” lanjut bu Titi dengan senyum penuh kasih.
“horeee….” Teriak anak satu kelas, tapi ada juga sebagian yang masih kurang mengerti untuk apa mereka pergi .
Sampai di aula ternyata acaranya sudah mau mulai, perwakilan dari kelas lain yang masing –masing hanya 5 orang sudah kumpul, mereka kaget melihat kelas bahasa datang satu kelas.
“Ra kamu duduk sini sama aku” Rara melihat Icha melambai dari kejauhan, dilihatnya juga lani, ami dan Inez sebagai perwakilan kelas masing - masing. Ternyata temannya seekskul pramuka selalu menjadi perwakilan dalam acara-acara terpilih, beda dengannya,beruntung kelas bahasa ikut semua, kalau hanya dipilih lima orang, Rara bukan orang yang akan terpilih.
“Nanti Ikhlas Voice bakal tampil, ih ga sabar” Lani berbisik keras ke telinga rara, bagaimanapun mulut berkata sudah tidak berharap pada Fery, gelagat indah cinta selalu terpancar dalam dirinya bahwa dia masih menyukai. Dalam hati kecil rara juga sangat senang bisa melihat Fery duduk di depan berjajar dengan idang rasidi.
Acara dimulai dengan pembukaan ceramah dan lain-lain. Berbarengan dengan Hendra Wijaya ada beberapa orang penting seperti nara sumber yang entah siapa, alumni yang focus pada motivator pelajar dan ada juga produser rekaman musica studio Yan juhana.
Rara menikmati acara ini, didengarnya dengan seksama penjelasan dari nara sumber dan sesekali dicatat. Diujung acara sebelum Hendra Wijaya tampil, Ikhlas Voice bernasyid sholawat nabi dengan acapelanya. Rara terbuai dengan suara indah mereka, tapi yang paling memesonakannya adalah fery, sesorang yang disukai secara diam-diam. Tapi kemudian tiba-tiba Rara merasa waktu sedang dihentikan, semua gerak berhenti dan suara menghening, pandangan disekitar menjadi samar, hanya jelas terfokus pada seseorang yang berbisik di telinga Yan juhana, seseorang yang dia kenal yang selalu dia rindukan.
“cha, … “panggil Rara pelan,jemari tangan menepuk pundak icha namun wajahnya tidak menghadap.
“apa?” jawab icha, dia menunggu kata-kata Rara selanjutnya, tapi hanya itu yang bisa dia katakan, memanggil sahabatnya icha tanpa bisa berbuat apa-apa lagi. Seperti terpaku, matanya tak rela untuk melepaskan pandangan bahkan untuk mengedip sekalipun. Sekonyong-konyong tubuhnya menjadi dingin, jantung berdegub kencang dan ada sedikit binar dimatanya yang akan menjadi air mata.
“Ra?” Tanya icha lagi, dia heran melihat sahabatnya yang duduk disampingnya seperti patung, kemudian icha mengikuti arah pandangan rara yang tertuju pada seseorang yang dia kenal juga.
“Kak Bayu, ngapain dia disini, kok bisa ada dia, ” icha terkejut melihatnya, sekaligus merasa senang untuk sahabatnya. Kemudian dia berbisik pada lani, ami dan inez kalau senior pramukanya ada disini. Mereka ikut senang karena merasa rara juga pasti akan senang.
“Ra, ada apa” Raisya yang duduk agak jauh merasa ada aura berbeda diantara sahabat rara. Karena rara tak menjawab apapun kemudian dia juga melakukan cara seperti icha, yaitu mengikuti arah pandangannya saja.
“Itu kak Bayu kan?” Walau dia tahu kak Bayu yang mana tapi Raisya ingin memastikan kalau yang di depan itu adalah benar orang yang rara ceritakan kemarin di kelas ketika mereka curhat tentang seseorang yang dia suka.
“apa,yang mana, siapa?” kemudian teman-teman Rara dari bahasa saling berbisik tentang kak Bayu. Tapi Rara masih tetap terpaku.
“Dia ga liat kesini yah, nanti pas kamu bubar kamu harus samperin dia” Acie mulai bersuara menuntun langkah selanjutnya yang harus dia lakukan. Lani berusaha menarik perhatian kak Bayu, dan berhasil, kak Bayu melihat ke arahnya kemudian tersenyum saat beradu pandang dengan Rara, tapi entah ada hal gaib apa sehingga bibir Rara tak bisa bergerak sedikit saja ke atas untuk tersenyum. Lani meninggalkan tempatnya dan pergi untuk mendekati ka Bayu kemudian berbincang. Rara hanya bisa menonton tanpa bersuara tanpa bergerak sedikitpun.
~_~
Acara berakhir , semua orang berdiri untuk pergi, Rara kehilangan pandangannya. Sebagian masih di ruangan untuk minta foto dan tanda tangan Idang rasidi.
“Ra kak Bayunya mana? cepet dekati dia, ini kesempatan kamu” acie menahan Rara untuk tidak keluar dulu.
“Iya Ra, kapan lagi bisa ketemu, cepet kesana, tuh dia tuh, sebelah sana?” Raisya pun ikut mendukung.
“tapi aku harus ngomong apa, gimana”
“yah ngomong apa aja, kamu kan kenal dia, nanyain kabar kek, kuliahnya, atau sekedar assalamualaikum juga bisa jadi awal, yang penting kamu sapa dia dulu” jawab Raisya sedikit jengkel melihat kawannya seperti orang bodoh.
“sini biar aku antar” Acie menarik tangan Rara menghampiri kak Bayu, tepat berada di belakang punggungnya Rara berhenti kemudian membalikan badan.
“ Dia dibelakangmu ra” acie dan raisya berbisik. Rara malah melangkah menjauh selangkah demi selangkah.
“kamu ini malah ngilangin kesempatan” Aci merasa jengkel melihat tingkah sahabatnya.
“Ayo kita ke kelas, kalau dia niat mau nyapa aku kenapa ga nyapa, kak Bayu emang sombong”Rara bergumam pelan sambil mencoba melepaskan diri dari tangan sahabatnya yang menahan tubuhnya untuk menghadap kak Bayu.
“ih aneh, dianya sendiri juga gitu” Raisya menimpali.
“pastinya dia liat aku dari tadi kan, tapi kenapa dia gak menghampiriku, malah diem aja kayak yang gak kenal,” jawab rara ketus, berusaha menyembunyikan perasaannya yang kacau.
Sampai kelas, mereka tinggal mengambil tas dan pulang, karena acara tadi tepat berakhir di jam pelajaran terakhir. Rara memilih untuk pulang sendiri dengan alasan masih harus ketemu icha. Dia kembali berjalan ke aula, sudah kosong, tinggal panitia yang sedang membersihkan meja, kursi. Kemudian terus berjalan ke ruang pramuka, sepi dan terkunci tak ada siapapun. Di bawah plamboyan ujung utara, rara berhenti melihat dikejauhan kak Bayu sedang berbincang dengan temannya, lani. Dia cemburu pada lani yang selalu punya topik apapun untuk dibicarakan, tidak seperti dia yang berkata hai pun sangat berat. Rara bersandar di pohon plamboyan kemudian memandangi punggung kak Bayu dari kejauhan. Dia berkata sangat panjang lebar pada kak Bayu yang hanya dia sampaikan dalam hatinya saja, berharap bisa menjadi sebuah telepati.

“Kakak gimana kabarnya?,harusnya kakak ga usah datang ke sini, atau harusnya ga usah kelasku semuanya hadir di acara ini, dengan begitu aku tidak akan bertemu dengan kakak. Sedikit lagi aku sudah bisa melupakanmu karena waktu, kalau kakak muncul lagi dihadapanku mustahil aku bisa melepaskan hatiku yang terus tertuju padamu selama 2 tahun terahir. Kalau kakak datang hari ini, harusnya bulan depan juga ke sini lagi, bulan depannya lagi , bulan depannya lagi. Tapi Aku merasa ini adalah kali terakhir kakak datang ke sini, kali terakhir aku bertemu kakak, kelak pasti tidak ada alasan lain untuk mengatakan kebetulan bisa bertemu. Aku benci ketika tidak bisa melakukan apapun untuk hal yang kuinginkan. Aku ingin mendekatimu kemudian bertanya apa kabar lalu cerita tentang ini itu dan kuliahnya, tapi tubuhku tidak bisa bergerak sejengkalpun. Aku benci dengan wajah yang berpura-pura tak punya rasa apapun dihadapan kakak bahkan seolah tak mengenalmu padahal hati ini benar-benar sesak karena ledakan bahagia. Dan hal yang paling menakutkan adalah kayu melakukan adegan yang sama sepertiku, seolah tak mengenaliku, tidak pergi mendekatiku, tak berusaha menyapaku, bahkan tidak tergerak untuk berbincang denganku menjadikan tubuhku semakin kuat melawan keinginan hatiku”

Dibawah plamboyan dekat ruang osis yang bunganya sedang mekar memerah, dia duduk dan berbincang dengan tertawa membawa hawa musim kemarau. Dia adalah kayu. Dibawah plamboyan ditempat Rara berdiri, daunnya tumbuh dengan takut dan malu-malu membawa butiran air mata yang membeku menjadi salju. Di cianjur hanya ada dua musim, mengapa air mata itu benar – benar menjadi dingin dan beku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar